Gelombang Laut sebagai Sumber Bahan Bakar Alternatif bagi Kapal Tangkap Ikan dan Wilayah Pesisir Indonesia

by - 7:25 PM



Tidak ada yang bisa meragukan kuasa dari sebuah negara kepulauan atas daerah perairannya. Dengan 17 ribu pulau-pulau yang tersebar di segala penjuru, negara ini memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia. Ya, negara mana lagi kalau bukan Indonesia. Hamparan biru lautan menguasai hampir dua per tiga keseluruhan daerahnya. Tak heran jika Indonesia menjadi salah satu negara maritim terbesar di dunia. Menurut data FAO, pada tahun 2010 Indonesia merupakan negara produsen ikan terbesar ketiga di dunia dengan nilai produksi 5,384 juta ton. Namun, berdasarkan dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2011 sektor perikanan ini hanya menghasilkan 197,718 miliar rupiah dari total GDP Indonesia yang mencapai 5,483,349 miliar rupiah, atau hanya menyumbang 3,05% dari GDP total. Kesejahteraan nelayan juga belum terjamin. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah nelayan miskin di Indonesia mencapai 7,87 juta orang atau sekitar 25,14% dari total penduduk miskin Indonesia pada tahun 2011. 

Idealnya, pendapatan negara dari sektor perikanan ini berbanding lurus dengan luasnya daerah cakupan sektor itu sendiri. Dengan menguasai dua per tiga dari keseluruhan wilayah Indonesia, potensi maritim negara ini terbilang sangat besar. Namun, data-data di atas membuktikan bahwa tingkat produktivitas sektor perikanan cenderung rendah. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Faktor alam sedikit banyak mempengaruhi produksi perikanan Indonesia. Seperti yang terjadi di Pacitan, Jawa Timur pada Juli 2013 lalu, hujan deras selama dua hari menyebabkan 10 unit kapal nelayan beserta 20 set jaring tenggelam. Kerugian dari peristiwa ini mencapai nilai ratusan juta. Hal ini menyebabkan masyarakat cenderung enggan menjadikan nelayan sebagai mata pencaharian tetap, beberapa dari mereka mulai beralih ke bidang pertanian dan perkebunan.

Faktor selanjutnya adalah keadaan ekonomi masyarakat itu sendiri. Hasil tangkapan mereka terpaksa dijual ke tengkulak dengan harga yang jauh di bawah harga pasar karena kurangnya akses ke kota. Karena itu, para nelayan cenderung kurang dalam hal penyediaan modal untuk tangkap ikan. Keadaan ini terus memerangkap para nelayan dalam keadaan serba kekurangan. Pada tahun 2011, dari 557.140 unit kapal yang beroperasi di perairan Indonesia, hanya 6.830 unit yang tergolong modern (kapal motor berukuran di atas 30 GT). Sejumlah 232.390 unit perahu menggunakan tenaga motor tempel dan 162.510 unit lainnya merupakan perahu tanpa motor (hanya menggunakan layar dan dayung). Data ini menyatakan bahwa teknologi yang digunakan para nelayan cenderung masih tradisional.

Bahan bakar minyak (BBM) khususnya solar merupakan komponen biaya terbesar dalam sebuah operasi penangkapan ikan oleh kapal tenaga motor. Para nelayan memerlukan solar dengan jumlah total 40%-73% dari total biaya operasional per pelayaran. Oleh karena itu, peristiwa kenaikan harga BBM yang terjadi baru-baru ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan para nelayan. Salah satu kasus terjadi di wilayah Aceh Timur, dimana ribuan nelayan tidak melaut lantaran sulit mendapatkan bahan bakar solar. Dibutuhkan suatu alternatif bahan bakar bagi para nelayan untuk melaut dengan harga yang terjangkau dan mudah didapatkan.

Laut mempunyai segudang potensi untuk dikembangkan. Sumber daya alam yang terdapat di laut bukan hanya sekedar ikan, terumbu karang, dan hasil-hasil laut lainnya. Angin yang terus berhembus juga menyebabkan laut menghasilkan sebuah energi besar dalam bentuk ombak. Air laut yang bergejolak ini terkadang membuat resah para nelayan yang akan melaut, karena kemampuannya untuk menarik dan mendorong kapal dengan sangat dahsyat. Peristiwa Pacitan yang telah diceritakan sebelumnya pun disebabkan oleh gelombang ini. Namun di balik kemampuan merusak tersebut, jika dilihat dari sudut pandang lain maka terdapat sebuah sumber energi luar biasa yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar bagi para nelayan, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut.

Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) sudah mulai dikembangkan di dunia sejak abad ke-18. Prinsip dari pembangkit listrik ini adalah memanfaatkan ombak. Energi ombak dihasilkan dari angin yang berhembus di permukaan laut sehingga menggerakkan air dan membentuk ombak. Ombak yang telah terbentuk ini menempuh jarak dengan waktu yang relatif cepat sebelum berakhir di pantai. Pembangkit ini memanfaatkan energi tersebut dan mengubahnya menjadi energi listrik.

Komponen utama dari pembangkit ini berbentuk seperti sebuah pelampung setinggi sepuluh hingga lima belas meter. Pelampung ini dihubungkan dengan piston hidrolik yang tertanam di dasar laut. Ketika ombak datang, maka pelampung ini akan bergerak maju dan mundur terdorong oleh ombak tersebut. Gerakan ini akan mendorong piston hidrolik untuk memberikan tekanan yang akan dilewatkan sepanjang pipa sampai ke daratan, dimana selanjutnya tekanan tersebut akan mengaktifkan turbin hidroelektrik yang akan mengubah energi tersebut menjadi listrik.

Tentunya tidak sembarangan meletakkan PLTGL ini di sebuah perairan. Perlu dipertimbangkan daerah dengan topografi yang memungkinkan untuk akumulasi energi gelombang laut. Potensi gelombang laut itu sendiri dihitung dari data jumlah gelombang laut yang teramati pada sebuah selang tertentu. Berdasarkan perhitungan ini, didapatkan bahwa pantai barat Pulau Sumatera dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kW/m.

Untuk memanfaatkan energi listrik ini di bidang perikanan, diperlukan juga kapal tangkap ikan dengan listrik sebagai sumber energinya. Teknologi ini telah ditemukan sejak tahun 1880, dan masih terus dikembangkan hingga sekarang. Kapal ini akan mengisi energi ketika berada di pelabuhan, dan dapat mengisi ulang kembali energinya di pembangkit listrik terdekat. Hal ini akan memungkinkan kapal berlayar lebih jauh dan nelayan akan lebih maksimal dalam mendapatkan ikan.

Energi yang dihasilkan dari pembangkit listrik ini juga akan menjadi sumber listrik bagi pemukiman yang ada di daerah pesisir. Dengan begitu, kondisi perekonomian di daerah tersebut bisa meningkat. Pengolahan terhadap hasil tangkapan ikan bisa dikembangkan di daerah ini dengan adanya sumber energi yang memadai. 

Penerapan PLTGL dan kapal listrik ini bisa dimulai dari wilayah dengan potensi perikanan laut terbesar di Indonesia. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2009 daerah Sumatera mempunyai potensi lahan perikanan yang paling besar untuk bisa dikembangkan, yaitu sekitar 3.983.621 hektar. Dengan menerapkan sistem pembangkit tenaga gelombang laut dan kapal listrik di daerah tersebut, maka hasil tangkap ikan diperkirakan akan meningkat pesat dan kesejahteraan warga pesisir akan lebih terjamin. Setelah sistem ini berhasil di perairan Sumatera, maka bisa dibuat suatu program kerja untuk mengaplikasikan sistem ini di seluruh perairan Indonesia. 

Energi listrik merupakan salah satu solusi terkini untuk mengatasi masalah kelangkaan bahan bakar di dunia. Dengan pemanfaatannya yang kian berkembang, sudah waktunya masyarakat mengaplikasikan sumber energi ini dengan lebih maksimal. Untuk mengatasi masalah sumber energi di daerah pesisir pantai, pembangkit listrik tenaga gelombang laut merupakan solusi yang tepat dan efektif. Selain sumbernya yang melimpah di daerah tersebut, energi yang dihasilkan pun sangat mencukupi. Gelombang air laut akan terus ada selama di daerah itu masih ada laut dan angin yang berhembus, yang berarti sumber daya ini akan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Dengan memanfaatkan sumber daya ini, sektor perikanan akan berperan besar dalam perkembangan perekonomian Indonesia dan maritim akan menjadi semakin berdaulat.



You May Also Like

0 comments